THE LEGEND of BUDDHA GAUTAMA
Buddha (Sanskerta: बुद्ध berarti. Mereka yang Sadar, Yang mencapai pencerahan sejati. dari perkataan Sanskerta: "Budh", untuk mengetahui) merupakan gelar kepada individu yang menyadari potensi penuh mereka untuk memajukan diri dan yang berkembang kesadarannya. Dalam penggunaan kontemporer, ia sering digunakan untuk merujuk Siddharta Gautama, guru agama dan pendiri Agama Buddha (dianggap "Buddha bagi waktu ini").
Saya sangat mengagumi ajaran dari Siddharta Gautama yang telah mendapatkan Pencerahan akan Makna Kehidupan. Dulunya Shidarta Gautama adalah seorang Pangeran yang hidup di Sebuah Kerajaan Sakya.
Sang Buddha dilahirkan di Taman Lumbini.
Konon, Pada saat ia lahir, dua arus kecil jatuh dari langit, yang satu dingin sedangkan yang lainnya hangat. Arus tersebut membasuh tubuh Siddhartha. Siddhartha lahir dalam keadaan bersih tanpa noda, berdiri tegak dan langsung dapat melangkah ke arah utara, dan tempat yang dipijakinya ditumbuhi bunga teratai.
Oleh para pertapa di bawah pimpinan Asita Kaladewala, diramalkan bahwa Sang Pangeran kelak akan menjadi seorang Chakrawartin (Maharaja Dunia) atau akan menjadi seorang Buddha. Hanya pertapa Kondañña yang dengan tegas meramalkan bahwa Sang Pangeran kelak akan menjadi Buddha. Mendengar ramalan tersebut Sri Baginda menjadi cemas, karena apabila Sang Pangeran menjadi Buddha, tidak ada yang akan mewarisi tahta kerajaannya. Oleh pertanyaan Sang Raja, para pertapa itu menjelaskan agar Sang Pangeran jangan sampai melihat empat macam peristiwa. Bila tidak, ia akan menjadi pertapa dan menjadi Buddha. Empat macam peristiwa itu adalah:
- Orang tua,
- Orang sakit,
- Orang mati,
- Seorang Pertapa
Kata-kata pertapa Asita
membuat sang Raja Suddhodana merasakan hati yang tidak tenang baik siang dan malam, karena beliau khawatir
kalau putra tunggalnya akan meninggalkan istana dan menjadi pertapa, Oleh karena itu beliau mencoba mengalihkan dan mengatur pola hidup shidarta Gautama agar hanya hidup
menikmati keduniawian. Segala bentuk penderitaan berusaha
disingkirkan dari kehidupan Pangeran Siddharta, seperti sakit, umur tua,
dan kematian, sehingga Pangeran hanya mengetahui kenikmatan duniawi.
Hingga Suatu hari Pangeran Siddharta meminta izin untuk berjalan di luar istana, Ketika sedang berjalan-jalan di Pasar, Hati siddarta tersentuh karena Tanpa sengaja Beliau melihat 4 hal yakni orang tua, orang sakit, orang mati dan orang suci. Pangeran Siddhartha bersedih dan menanyakan kepada dirinya sendiri, "Apa arti kehidupan ini, kalau semuanya akan menderita sakit, umur tua dan kematian ?
. Pada suatu malam, Pangeran Siddharta memutuskan untuk meninggalkan istananya dan dengan ditemani oleh kusirnya, Canna. Tekadnya telah bulat untuk melakukan Pelepasan Agung dengan menjalani hidup sebagai pertapa.
Setelah itu Pangeran Siddhartha meninggalkan istana, keluarga, kemewahan, untuk pergi berguru mencari ilmu sejati yang dapat membebaskan manusia dari usia tua, sakit dan mati.
Pertapa Siddharta banyak berguru tetapi beliau tidak merasa puas karena tidak memperoleh yang diharapkannya. Kemudian beliau bertapa menyiksa diri dengan ditemani lima orang pertapa. Akhirnya beliau juga meninggalkan cara yang ekstrem itu dan bermeditasi di bawah pohon Bodhi untuk mendapatkan Penerangan Agung.
Pada suatu hari pertapa Gautama dalam pertapaannya mendengar seorang tua sedang menasihati anaknya di atas perahu yang melintasi sungai Nairanjana dengan mengatakan:
Nasehat tersebut sangat berarti bagi pertapa Gautama yang akhirnya
memutuskan untuk menghentikan tapanya lalu pergi ke sungai untuk mandi.
Badannya yang telah tinggal tulang hampir tidak sanggup untuk menopang
tubuh pertapa Gautama. Seorang wanita bernama Sujata memberi pertapa
Gautama semangkuk susu. Badannya dirasakannya sangat lemah dan maut
hampir saja merenggut jiwanya, namun dengan kemauan yang keras membaja,
pertapa Gautama melanjutkan samadhinya di bawah pohon bodhi (Asetta) di Hutan Gaya, sambil ber-prasetya,
"Meskipun darahku mengering, dagingku membusuk, tulang belulang jatuh
berserakan, tetapi aku tidak akan meninggalkan tempat ini sampai aku
mencapai Pencerahan Sempurna."
Perasaan bimbang dan ragu melanda diri pertapa Gautama, hampir saja Beliau putus asa menghadapi godaan Mara, setan penggoda yang dahsyat. Dengan kemauan yang keras membaja dan dengan iman yang teguh kukuh, akhirnya godaan Mara dapat dilawan dan ditaklukkannya. Hal ini terjadi ketika bintang pagi memperlihatkan dirinya di ufuk timur.
Pertapa Gautama telah mencapai Pencerahan Sempurna dan menjadi Samyaksam-Buddha (Sammasam-Buddha), tepat pada saat bulan Purnama Raya di bulan Waisak ketika ia berusia 35 tahun (menurut versi Buddhisme Mahayana, 531 SM pada hari ke-8 bulan ke-12, menurut kalender lunar. Versi WFB, pada bulan Mei tahun 588 SM). Pada saat mencapai Pencerahan Sempurna, dari tubuh Sang Siddharta memancar enam sinar Buddha (Buddharasmi) dengan warna biru yang berarti bhakti; kuning mengandung arti kebijaksanaan dan pengetahuan; merah yang berarti kasih sayang dan belas kasih; putih mengandung arti suci; jingga berarti giat; dan campuran kelima sinar tersebut.
Setelah mencapai Pencerahan Sempurna, pertapa Gautama mendapat gelar kesempurnaan yaitu
Buddha Gautama.
Buddha Gautama berkelana menyebarkan Dharma yaitu jalan kehidupan yang berlandaskan kebenaran
selama empat puluh lima tahun lamanya kepada umat manusia dengan penuh cinta kasih dan kasih sayang, hingga akhirnya mencapai usia 80 tahun, saat ia menyadari bahwa tiga bulan lagi ia akan mencapai
Parinibbana.
Hingga Suatu hari Pangeran Siddharta meminta izin untuk berjalan di luar istana, Ketika sedang berjalan-jalan di Pasar, Hati siddarta tersentuh karena Tanpa sengaja Beliau melihat 4 hal yakni orang tua, orang sakit, orang mati dan orang suci. Pangeran Siddhartha bersedih dan menanyakan kepada dirinya sendiri, "Apa arti kehidupan ini, kalau semuanya akan menderita sakit, umur tua dan kematian ?
. Pada suatu malam, Pangeran Siddharta memutuskan untuk meninggalkan istananya dan dengan ditemani oleh kusirnya, Canna. Tekadnya telah bulat untuk melakukan Pelepasan Agung dengan menjalani hidup sebagai pertapa.
Setelah itu Pangeran Siddhartha meninggalkan istana, keluarga, kemewahan, untuk pergi berguru mencari ilmu sejati yang dapat membebaskan manusia dari usia tua, sakit dan mati.
Pertapa Siddharta banyak berguru tetapi beliau tidak merasa puas karena tidak memperoleh yang diharapkannya. Kemudian beliau bertapa menyiksa diri dengan ditemani lima orang pertapa. Akhirnya beliau juga meninggalkan cara yang ekstrem itu dan bermeditasi di bawah pohon Bodhi untuk mendapatkan Penerangan Agung.
Pada suatu hari pertapa Gautama dalam pertapaannya mendengar seorang tua sedang menasihati anaknya di atas perahu yang melintasi sungai Nairanjana dengan mengatakan:
“ | Bila senar kecapi ini dikencangkan, suaranya akan semakin tinggi. Kalau terlalu dikencangkan, putuslah senar kecapi ini, dan lenyaplah suara kecapi itu. Bila senar kecapi ini dikendorkan, suaranya akan semakin merendah. Kalau terlalu dikendorkan, maka lenyaplah suara kecapi itu. | ” |
Perasaan bimbang dan ragu melanda diri pertapa Gautama, hampir saja Beliau putus asa menghadapi godaan Mara, setan penggoda yang dahsyat. Dengan kemauan yang keras membaja dan dengan iman yang teguh kukuh, akhirnya godaan Mara dapat dilawan dan ditaklukkannya. Hal ini terjadi ketika bintang pagi memperlihatkan dirinya di ufuk timur.
Pertapa Gautama telah mencapai Pencerahan Sempurna dan menjadi Samyaksam-Buddha (Sammasam-Buddha), tepat pada saat bulan Purnama Raya di bulan Waisak ketika ia berusia 35 tahun (menurut versi Buddhisme Mahayana, 531 SM pada hari ke-8 bulan ke-12, menurut kalender lunar. Versi WFB, pada bulan Mei tahun 588 SM). Pada saat mencapai Pencerahan Sempurna, dari tubuh Sang Siddharta memancar enam sinar Buddha (Buddharasmi) dengan warna biru yang berarti bhakti; kuning mengandung arti kebijaksanaan dan pengetahuan; merah yang berarti kasih sayang dan belas kasih; putih mengandung arti suci; jingga berarti giat; dan campuran kelima sinar tersebut.
Setelah mencapai Pencerahan Sempurna, pertapa Gautama mendapat gelar kesempurnaan yaitu
Buddha Gautama.
Buddha Gautama berkelana menyebarkan Dharma yaitu jalan kehidupan yang berlandaskan kebenaran
selama empat puluh lima tahun lamanya kepada umat manusia dengan penuh cinta kasih dan kasih sayang, hingga akhirnya mencapai usia 80 tahun, saat ia menyadari bahwa tiga bulan lagi ia akan mencapai
Parinibbana.
Saya Pribadi secara Virtual, Menjadikan Budha Gautama sebagai role model saya. Saya mengidolakan Buddha Gautama karena Cinta Kasih dan Kasih Sayang seorang Buddha tidak terbatas oleh waktu dan selalu abadi.
Karena sang Buddha rela meninggalkan Kenikmatan Duniawi ! Sang Buddha tidak mengharapkan apa-apa dari dunia ini apakah itu puji-pujian / gelar, Harta,Tahta, Wanita, Pemberian dan Hadiah-hadiah.
Sang Buddha menekankan Pentingnya bertekad akan melatih diri menghindari pembunuhan makhluk hidup,pencurian/mengambil barang yang tidak diberikan, melakukan perbuatan asusila, melakukan perkataan dusta, dan menghindari makanan atau minuman yang dapat menyebabkan lemahnya kesadaran.
Bagi saya pribadi, Nilai-Nilai yang diajarkan Sang Buddha adalah Filsafat Kebahagiaan. Ya! Filsafat Kebahagiaan Jauh lebih Penting dan Bermakna dari apapun di dunia ini! Seperti Kata Sang Sakyamuni :
“The secret of health for both mind and body is not to mourn for the
past, nor to worry about the future, but to live the present moment
wisely and earnestly.”
Hope this useful! :)